Saling Menasehati dalam Kebaikan
Mengingkatkan atau memberi pesan kebaikan kepada orang lain kadang terasa sulit. Entah karena merasa diri masih kotor atau ada kekhawatiran dibilang sok alim. Mengingatkan kepada orang lain akan kesalahan adalah pekerjaan yang gampang, namun sulit dilakukan, mungkin saja karena terlalu banyak pertimbangan, takut menyinggung, takut salah, takut orang tersebut marah, takut apa yang kita sampaikan malah dibalikkan kepada kita. Ibaratnya senjata makan tuan.
Ada orang yang tidak mudah menerima saat diberi peringatan akan perbuatannya yang salah dari kacamata agama. Malah ia balik menyerang kita dengan peringatan yang sama. Tamsilnya, saya menyuruh seseorang membersihkan kepalanya dari kotoran burung. Lalu dia balik berkata, ”dikepalamu juga ada kotoran burung.” Sebelum dia membersihkan kotoran burung itu dari kepalanya. Kadang saya juga melakukan sama seperti orang tadi. Selalu kita bilang, ”Urus dirimu sendiri, baru urus orang lain”, atau ”bukan urusanmu”, dan ungkapan lain yang malah menusuk hati orang yang telah berbuat baik kepada kita dengan mengingatkan suatu kebaikan.
Selayaknya kita bersyukur bahwa disekeliling kita masih ada orang-orang yang mau mengingatkan saat kita tersalah, saat kita tanpa sadar atau tidak melakukan dosa, dan tentunya kita juga mulai mengasah iman kita bahwa hidup ini nantinya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, apapun aktivitas yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban. Jika lidah tidak mau bersaksi, segenap anggota badan akan berbicara menceritakan perbuatan-perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan. Apakah kita sudah sadar bahwa tubuh dan jiwa ini kepunyaan Allah Azza wajalla.
Saya khawatir jika suatu hari nanti tiada lagi orang yang mau mengingatkan saya dari kesalahan. Mungkin saja orang sudah menyerah memberi nasihat kebaikan kepada saya karena otak saya dianggap bebal, sudah menutup pintu buat pesan-pesan kebaikan. Atau Allah telah mencabut rahmatNya dari saya, meninggalkan saya dari teman-teman yang baik dan sholeh, meninggalkan saya di lingkungan maksiyat, meninggalkan saya dalam kerendahan kefahaman agama, meninggalkan saya dengan gelimang dunia, meninggalkan saya di lorong hitam tanpa cahaya hingga saya tidak tahu saya telah berada dimana.
Hari ini saya menyadari, seminggu yang dianugerahkan Allah telah melalaikan saya dariNya, shalat tidak pernah khusu’, tidak pernah di awal waktu, jarang dilakukan berjamaah, dan benar-benar kesempitan waktu. Keshalehan spiritual masih jauh panggang dari api, belum lagi keshalehan sosialnya. Semua memang harus dimulai dari diri sendiri, ’ibda binnafsi…
Dalam ayat di atas tersirat bahwa seseorang akan beruntung kalau ia menggunakan waktunya untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Memang alangkah indahnya bila kehidupan kita sudah disemarakkan dengan semangat saling menasihati. Betapa tidak? Setiap orang butuh keselamatan. Selamat dari kerusakan, kebodohan, kecelakaan, kekurangan, kelalaian, dan kesalahan.
Bentuk cinta dan kasih seorang terhadap yang lainnya adalah dengan menasehati supaya tidak terjun dalam kubangan kesalahan dan dosa. Seorang muslim tidak akan rela melihat sudara semuslim lain yang berbuat kesalahan yang dapat menjauhkan dirinya dari pertolongan syariat.
Makna dari nasihat adalah ‘menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran’, yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan perbuatan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dan mengajaknya untuk tidak melakukan perbuatan yang malah dapat menjauhkan diri dari-Nya. Dan merupakan tugas setiap muslim baik perempuan maupun laki-laki untuk saling nasihat menasihati seperti dalam firman-Nya : “Dan hendaklah ada dari antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran 4: 104).
Namun demikian, terkadang banyak yang mau menasehati orang lain, memberikan koreksi, bahkan mengkritik. Tapi sayangnya ketika ia sendiri yang dikoreksi dan dinasehati terkadang sulit sekali untuk berlapang dada menerimanya.
Nasihat yang baik yang boleh kita sampaikan adalah nasihat yang benar, mengandung muatan positif dan tentunya penuh makna dan manfaat bagi semua orang yaitu mengajak pada kebajikan dan menjauhi kemungkaran yang berdasarkan Al Quran dan As Sunnah. Dan bukanlah sebaliknya, menganjurkan kemungkaran dan melarang untuk mengerjakan kebajikan. Apapun yang kita sampaikan jika itu benar, alangkah baiknya jika cara menyampaikannya pun benar.
Dengan nasihat kita harus membantu yang lupa agar menjadi ingat, membantu yang lalai agar menjadi semangat, yang tergelincir menjadi bangkit kembali, yang berlumur dosa menjadi bertobat, intinya kalau dilandasi niat yang baik akan melahirkan kebaikan juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar