Minggu, 31 Juli 2011

Stop Shopaholic (SS) !!! Lebaran nanti ngeborong apa??

Salam bloggers,
Pernah tau istilah Shopaholic ? atau anda termasuk penganut Shopaholic?? hmmm baiknya simak dulu jejeran kalimat dibawah ini...

Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang berarti suatu ketergantungan yang disadari atau tidak.

Menurut psikolog dewasa Ajeng Raviando, Shopaholic adalah perilaku individu yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja dan belanja lagi (shoping terus). Akibatnya menghabiskan begitu banyak waktu dan uang meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu dibutuhkan, biasanya dan kebanyakan penderita shopaholic adalah kaum wanita, kecuali wanita yang mengetik postingan ini yaa tidak termasuk,karena eike mah malah bete kalo belenjong-belenjong getoh n pusing kalo lama-lama di mall n liat orang-orang yg belenjong ini itu tuh ucink aink :D

Sebetulnya shopaholic perlu penanganan cukup serius, karena dapat mendorong seseorang melakukan tindakan kriminalitas. seperti yang terjadi pada fenomena saat ini, dimana banyak pengguna kartu kredit yang terjebak berbelanja tanpa memperhitungkan kemampuannya untuk membayar tagihan. Akhirnya mereka diburu oleh debt collector bahkan ada yang terpaksa melakukan kejahatan seperti mencuri demi melunasi *utangnya.

Ajeng menegaskan, jelas sudah bahwa perilaku shopaholic sangat merugikan, tidak hanya bagi diri sendiri namun juga bagi orang lain, terutama anggota keluarga yang terkena dampaknya.

Penyebab:
Masih menurut Ajeng, ada beberapa penyebab orang mengalami shopaholic, seperti orang yang menganut gaya hidup hedonis ( materialis) dan mempersepsi bahwa manusia adalah human having. Human Having adalah seseorang yang cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan apa yang dimiliki seperti punya mobil, rumah dan jabatan.

Human Having ini akan mengakibatkan seseorang merasa terus kekurangan, selalu diliputi kecemasan dan tidak termotivasi untuk mengejar kebutuhan pada tingkat yang lebih.

Penyebab lainnya, adanya kecemasan yang berlebihan karena mengalami trauma dimasa lalu, misalnya pernah dilecehkan oleh teman-teman karena tidak memiliki barang-barang tertentu yang trend saat itu. Pernah hidup berkekurangan, namun ingin menunjukkan jati dirinya dengan belanja berlebihan, pun bisa menjadi salah satu penyebab. adanya pikiran-pikiran atau obsesi yang tidak rasional, dimana efek yang tidak dikehendaki pada akhirnya akan menambah konsekuensi negatif yang menimbulkan perasaan depresi dan kecemasan. selain itu iklan-iklan yang ditampilkan diberbagai media yang menggambarkan bahwa pola hidup konsumtif dan hedonis merupakan sarana untuk melepaskan diri dari stres pun dapat memberikan pengaruh.

Tidak Hanya Wanita
Ajeng juga mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stanford University, dikemukakan bahwa laki-laki juga bisa mengalami shopaholic. dengan demikian perempuan dan laki-laki dapat menderita shopaholic. perempuan yang mengalami shopaholic lebih suka membeli pakaian, make up, perhiasan, dan sepatu. sedangkan laki-laki lebih suka membeli barang-barang elektronik seperti handphone, Mp3 player, playstation, dan lain-lain.

Gangguan Psikologis
Masih menurut ajeng juga, shopaholic merupakan salah satu bentuk dari gangguan psikologis yang disebut obsesif-kompulsif, yaitu suatu gangguan yang ditandai dengan adanya pikiran obsesif atau pikiran yang selalu berulang dan menghantui seseorang untuk melakukan perilaku tertentu serta adanyaadanya perilaku kompulsif atau perilaku yang selalu dilakukan berulang. tetapi jika tidak dilakukan maka seseorang akan merasa tersiksa.

Penderita obsesif-kompulsif sebenernya meraskan bahwa apa yang dilakukannya itu tidaklah rasional, namun dirinya tidak mampu mengontrol kebiasaan yang dilakukannya tersebut.

Berdasarkan kriteria DSM-IV-TR, seseorang yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif akan menunjukkan beberapa gejala yaitu merasa tertekan oleh pikiran-pikiran obsesi yang muncul dari dalam dirinya yang menyebabkan kecemasan, melakukan perilaku kompulsif secara berulang utnuk meredakan rasa tidak nyaman mu pun untuk menghilangkan ketegangan.

Ajeng mengatakan, apabila merasa mengalami gangguan obsesif kompulsif, sebaikya anda segera mencari akar permasalahannya, caranya bisa dengan meminta bantuan ahli/psikolog atau berusaha untuk menemukan sendiri mengapa merasa cemas berlebihan, sulit untuk mengatasi ketegangan, dsb.

Obsesif-Kompulsif merupakan indikasi dari adanya persoalan yang tidak terselesaikan, atau dihadapi dengan cara yang keliru, akibatnya malah menciptakan permasalahan baru. Setiap orang sebetulnya bisa mengetahui apa permasalahan yang perlu ditangani kalau ingin bersikap jujur pada diri sendiri, meskipun memang tidak mudah untuk berhadapan dengan kenyataan diri.

Atasi dengan Cognitive Behavioral Therapy
Menurut Ajeng juga, untuk sembuh dari shopaholic membutuhkan usaha dan ketekunan, kedisiplinan dan pengendalian diri. selain itu, empati dari anggota keluarga terhadap penderita sangat membantu dalam mempercepat kesembuhan penderita. shopaholic dapat diatasi dengan Cognitive Behavioral Therapy dan terapi relaksasi.

Cognitive Behavioral Therapy akan membantu penderita untuk mengatasai pikiran dan perilakunya yang tidak rasional dan mencegah penderita untuk melakukan kebiasaan belanja secara terus-menerus. terapi relaksasi berguna untuk membantu mengurangi kecemasan dan membantu penderita untuk rileks dalam menghadapi pikiran-pikiran obsesif yang muncul.
penderita shopaholic juga perlu dilatih untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan sehingga dapat mulai mengontrol kebiasaan belanjanya yang tidak rasional.

Cegah Shopaholic
Ajeng menyarankan, agar tidak menjadi shopaholic, maka sebaiknya belajar mengendalikan diri saat berbelanja dan berupaya mengatasi stres dengan cara yang positif. lakukanlah perencanaan pengeluaran ketika akan pergi berjalan-jalan, sehingga dapat mengontrol perilaku belanja, misalnya menentukan batasan dengan membawa uang seperlunya di dompet (bawa goceng aja) dan tidak membawa kartu kredit (punya juga kagak)

Menghindari sale (discount) juga perlu dilakukan, karena hal tersebut akan mendai salah satu godaan untuk terus berbelanja dengan alasan barang yang dibeli meskipun berharga murah tapi tidak dibutuhkan. berkomitmenlah hanya akan membeli barang yang benar-benar dibutuhkan.

Selain itu, bukukanlah pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan dan mencatat barang-barang kebutuhan pokok apa saja yang memang perlu untuk dibeli, sehingga dapat mengontrol perilaku belanja. jangan ragu untuk minta bantuan dari anggota keluarga atau teman dekat untuk mendukung upaya agar tidak menjadi pribadi yang shopaholic (nohope)

Namun celakanya, banyak para penderita Shopaholic yang tidak menyadari bahwa apa yg dialaminya itu adalah merupakan penyakit, karena mereka menikmatinya dan merasa nyaman-nyaman saja dengan kebiasaan buruk yg merugikan tersebut, jadi tidak dapat dikatakan sebagai "Penderita Shopaholic", melainkan sebagai "Penikmat Shopaholic"

Gejala Shopaholic:
Kali ini bukan menurut Ajeng (tapi menurut Klinik Servo (2007), gejala-gejala seseorang yang mengalami shopaholic adalah sbb :
  1. Suka menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak dimiliki meskipun barang tersebut tidak selalu berguna bagi dirinya
  2. Merasa puas pada saat dirinya dapat membeli apa saja yang diinginkannya, namun setelah selesai berbelanja maka dirinya merasa bersalah, menyesal dan tertekan dengan apa yg telah dilakukannya
  3. Pada saat merasa stres, maka akan selalu berbelanja untuk meredakan stresnya tersebut.
  4. Memiliki banyak barang seperti baju, sepatu atau barang-barang elektronik dan lain-lain yang tidak terhitung jumlahnya, namun tidak pernah digunakan.
  5. Selalu tidak mampu mengontrol diri ketika berbelanja
  6. Merasa terganggu dengan kebiasaan berbelanja yang dilakukannya
  7. Tetap tidak mampu menahan diri untuk berbelanja meskipun dirinya bingung memikirkan bagaimana harus membayar hutang-*utangnya.
  8. Sering berbohong pada orang lain tentang uang yang telah dipergunakannya untuk berbelanja.

Dampak Shopaholic
Shopaholic mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan yaitu :
  • Sering mengalami kehabisan uang padahal masih awal bulan
  • Dapat mengakibatkan seseorang memiliki hutang dalam jumlah yang besar karena kebutuhan untuk memenuhi pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja terus-menerus
  • Dapat mengakibatkan seseorang dipecat dari pekerjaannya karena melakukan pemborosan dengan menggunakan uang perusahaan
  • Memicu seseorang untuk melakukan tindak kriminal seperti mencuri, memeras, korupsi dll, hanya karena ingin mendapatkan uang demi memenuhi dorongan untuk belanja yang terus menerus dalam dirinya
  • Dapat mengakibatkan perceraian untuk yg sudah menikah karena pasangan dari si penderita shopaholic merasa tersiksa dengan uang yang selalu dihabiskan
  • Dapat mengakibatkan pertengkaran karena pemborosan yang dilakukan oleh penderita shopaholic
  • Dapat mengakibatkan seseroang bunuh diri karena dalam dirinya selalu muncul pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja dan berbelanja dan si penderita merasa tersiksa jika tidak melakukan pikiran-pikiran obsesinya tersebut.
Naahh, Buat para bloggers yg terbiasa berbelanja sebelum lebaran, sebaiknya difikirkan matang-matang kebutuhan apa saja yg benar-benar perlu dibeli dan jangan memperturutkan nafsu belanja yg berlebihan yg hanya akan merugikan anda ataupun pasangan/suami anda.
percuma dong klo selama sebulan penuh kita tlah mampu menahan nafsu yg membatalkan puasa kalo akhirnya kita tak mampu menahan napsu tuk belanja n jadi penganut bahkan penderita Shopaholic, Oh No!!!

Kalo kata salah satu sahabat bloggers begini : *Baju baru Alhamdulillah, tuk dipakai dihari raya, tak punya pun tak apa-apa, masih ada jemuran tetangga :D

3 komentar:

  1. jadi kesimpulannya... si Ajeng suka ngembat jemuran tetangga yah? :hammer

    -----------

    yahh.... memenuhi nafsu duniawi mah ga ada cukup2nya....

    BalasHapus
  2. beuuhh si Ajeng tetangganya siapa tuh???

    BalasHapus
  3. ah itu mah elu kali.................nyari baju yang ukurannya pas buat sampean kan.......tapi susah kan dapet nya ? hahhahha

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...