Senin, 11 November 2013

Don't ever trapped by the rules.......


Kucoba lagi mengakrabkan diri dengan tuts-tuts netbook yg selama ini mulai terasa jauh dari jari jemariku. Berdamai dengan perasaan yang selalu berbisik bahwa menulis dengan keyboard itu tak pernah se-asyik menulis dengan pena. Ah sudahlah nikmati saja, toh bukan dengan apa aku menuliskannya tapi apa yang aku tulislah yang harusnya kutemukan sensasinya....

Dan kali ini tentang perasaanku..


Berangkat ke tempat ku mengajar pukul 17.15 sore tadi, kupacu kendaraanku secepat kubisa. Berharap dapat mengejar waktu yang tak pernah bisa kudahului. Bukannya lancar, tapi perjalanan malah penuh onak dan duri, macet disana-sini, berusaha menyalip kenndaraan dan mencari jalan pintas, didepanku selalu saja ada yg menghalangi, dan yang paling menyebalkan adalah saat tiba dilampu merah, dimana kendaraan tumpah ruah tumplek memadati jalan raya, malang melintang tak beraturan, ironisnya lampu merah seakan kehilangan tugasnya. Bagaimana tidak, jelas sekali lampu itu berkali-kali berwarna merah menyala, tapi tetap saja kendaraan yg seharusnya berhenti justru malah berlomba2 merangsek masuk menyerobot jalan yang sejatinya milik para pengendara dari arah berlawanan . termasuk aku. Berkali-kali lampu berganti warna hijau tapi sebanyak itu pula kami tidak mendapatkan giliran melaju. Ah menyebalkan sekali menyaksikannya, seolah dinegara kita ini sudah tak ada lagi warga negara terutama pengguna jalan yang ikhlash menghargai tata tertib dan patuh pada peraturan lalu lintas, dan pelanggaran itu dilakukan oleh mereka yang mungkin sudah kehabisan stock kesabaran, hingga tak memperdulikan hak-hak pengendara lainnya. Kucoba tetap tenang dan bersabar, hingga akhirnya jantungku dikagetkan oleh iring2an kendaraan yg tiba-tiba menambah padatnya kerumunan, sebuah kendaraan dengan bunyi sirine yang meraung-raung menjerit-jerit meminta akses agar diberi kesempatan jalan duluan, "innalillahi wa inna ilaihi roojiuun", pawai duka ini membuatku tertegun, oh tuhan, suatu saat nanti, bisa jadi aku yg berada di mobil ambulance itu, dengan teriakan sirine yg mungkin lebih memilukan.  Sudahlah ini hanya intermezzo dari apa yg sebenarnya ingin kuceritakan...

Dan ini intinya...

Rasanya legaaaaa sekali malam ini, setelah dua hari kemarin aku sempat digelung oleh perasaan resah yg memberatkan nafasku, atas keputusanku menyita dua buah handphone (samsung Android dan Blackberry) milik muridku yg kuanggap melanggar peraturan, adalah Afnan Asykar dan Hanan Amira Alamudy yang mereka menggunakan handphone tersebut ndiwaktu belajar. Meskipun mereka menyangkal dan protes keras dengan mengungkapkan alasan bahwa mereka menggunakan hape itu diluar jam pelajaran, bukan saat kegiatan KBM berlangsung dan sama sekali tidak mengganggu kegiatan belajar maupun penyampaian materi.

Memang sudah menjadi peraturan yg telah disepakati bersama bahwa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, maka tidak ada satupun yg diizinkan menggunakan gadget apapun untuk kepentingan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan materi pembelajaran, handphone khususnya. Dan sejauh ini sudah dua orang dari muridku yg tertangkap tangan sedang menggunakan handphone disaat jam belajar, dan sesuai peraturan, sudah kusita pula hapenya selama seminggu hingga akhirnya ku kembalikan dalam keadaan utuh, tak kurang satu huruf pun.
                                                  
Sebagai seorang guru yg diantara tugasnya adalah mendidik, sebisa mungkin aku selalu berusaha menjadi bijak, sebijak-bijaknya. Apapun peraturan yang kutegakkan, maka sekuat hati takkan pernah aku sampai hati untuk melanggar. Aku selalu mencoba konsekwen pada komitmen yang telah disepakati bersama, apapun resikonya. Makanya ketika muridku bilang “ibu juga kemaren maen hape, saya liat ibu maen hape pas magrib kalo nggak salah” hatiku terhenyak dan pipiku terasa perih ditampar. Aku berusaha mengingat, kapan tepatnya aku melakukan apa yg mereka tuduhkan itu? bagaimana aku bisa melupakan hal yang memalukan itu dihadapan mereka?

#kemudian berpikir keras

Tak kutemukkan ingatan yg hilang itu. Sebuah kalimat meluncur dari mulutku “selama ini ibu tidak merasa pernah melakukan pelanggaran itu, kalaupun kalian pernah melihat ibu memegang hape, mungkin itu hanya untuk melihat jam” berat sekali rasanya mengucapkan kata-kata itu. Bukan karna saat itu aku sedang berbohong, tp karna aku takut mereka benar dengan apa yg mereka lihat itu. Oh tuhan, benarkah aku telah melakukan pelanggaran itu? Sehari sebelum muridku melakukan hal yang sama? bagaimana aku bisa lupa? bagaimana mungkin?

Selesailah pembelajaran dihari itu. Aku pulang tanpa perasaan lega sama sekali, yang ada dihatiku hanya sejuput pertanyaan yang terus kusodor-sodorkan pada ingatanku....
Singkat cerita akhirnya handphoneku memberikan jawaban, bahwa memang benar adanya kalau aku menggunakan hape dan disaksikan oleh muridku itu, namun ternyata aku berkirim pesan dengan sahabatku via sms itu bukanlah disaat jam belajar, melainkan beberapa puluh menit sebelum kegiatan KBM dimulai, jadi itu bukan merupakan bentuk pelanggaran seperti yang disangkakan oleh muridku itu, dan itupun sekali-kalinya setelah peraturan itu disepakati. Biasanya walaupun bukan ditengah kegiatan KBM, sebisa mungkin aku akan menahan tanganku untuk tidak menyentuh benda kotak bernama handphone.

Setelah kuanggap hapeku mempunyai cukup bukti yang benar untuk membantah apa yang dikatakan muridku, maka rasanya tak sabar lagi aku ingin mengkonfirmasikan hal ini dihadapan muridku semua, sebagai klarifikasi dan penjelasan bahwa mereka tidak sedang ku dzolimi, tidak sedang kucurangi. Dan aku tidak sedang melakukan ketidak adilan. Sebagai seorang guru, tidak seharusnya aku membuat muridku menganggap bahwa proses pendidikan ini tidak adil karna peraturan dan punishment hanya berlaku bagi murid, tapi hukum itu kebal bagi guru, tidak nak, sama sekali tidak, ibu tidak pernah ingin semua itu terjadi. Mungkin ibu belum bisa dibilang guru yang terbaik buat kalian, tapi ibu akan terus berusaha menjadikan kalian yang terbaik.

Dan akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba, setelah dua hari dua malam lamanya dua buah hape itu menginap dilemariku, maka sore tadi kubawa barang-barang itu dalam gendongan tasku, alasannya, karna sms-sms yg masuk ke handphone ku ini

Nmr baru : “ibu, kata Afnan besok orangtuanya mau dateng, mau ngambil hp, soalnya orangtuanya sama Afnan butuh hp itu”

Aku : ini siapa?

Nmr itu : ini nomer Hilwa yg baru (Hilwa adalah salah satu muridku juga, saudaranya Hanan yang hapenya kusita”

Saya: “kalo ibu kasih hapenya besok  berarti ibu nggak adil dong, yang lain ibu sita hapenya seminggu full, masa Afnan Cuma dua hari? Ibu bisa diprotes sama yang lain lah, dianggapnya curang. Jadi kita main sportif aja lah!

Nmr Hilwa yg padahal Hanan yang lagi pake : tapi kan saya sama Afnan maennya bukan saat pelajaran, kalo yang laen kan maennya saat jam pelajaran *Hanan*

Saya: “itu sama aja jam pelajaran sayaaaaaaaang, kan batasnya antara dua do’a. Sebelum dan sesudahnya boleh. Ibu juga kermaren itu bukan hape, seperti yg kamu lihat, tapi itu terjadi jam 18.10, sebelum mulai do’a pembukan, jadi diluar jam pelajaran. Hayoooooo, kan ibu sudah bilang, kalo diluar jam pelajaran mah silahkan aja, asal di silent jadi tidak sampai mengganggu suara hapenya, itu diperbolehkan, tidak dilarang, ibu izinkan!!
Bukannya bu tega atau kejam nan, ibu Cuma baerusaha berlaku adil dan sportif,  teguh pada komitmen, jadi mohon pengertiannya, posisi ibu disini guru, gak bisa seenaknya ngambil keputusan, Ibu mohon kerjasamanya, ibu tau kalian pasti bisa memahami keadaan ini.

Hanan : tapi kan bu si Fitri sering maen hp tp ga diambil, bagian saya langsung diambil, sumpah bu saya janji gak akan ngulangin lagi, tolong ya bu, saya udah dua kali gak dapet nilai sekolah padahal saya udah kelas 9 dan sebentar lagi UN, trus saya juga kemaren itu Cuma ngeliat sms dr kaka saya nyuruh beli susu ke Indomaret, bukan “iseng” maen hape kayak si Ntri”

Saya : besok ibu bicarakan dulu didepan anak-anak semua, ibu anggap ini kesalahfahaman tentang kapan batas boleh atau tidaknya menggunakan hape, si ntri juga mungkin mainnya diluar jam pelajaran, atau saat itu belom disepakati batas bolehnya menggunakan hape, jadi akan ibu atur ulang dan ibu umumkan kembali peraturannya yang benar seperti apa. Dan kalau yang lain ikhlash dan setuju dikembalikan, maka akan ibu kembalikan, gimana??

*hening tidak ada jawaban.

Dan ending ceritanya adalah akhirnya saya bicarakan semua kesalah-pengertian ini dihadapan semua murid-muridku, dan keputusan akhirnya adalah mereka dengan ikhlash sepakat mengizinkan hape itu dikembalikan karna dianggap itu merupakan kesalah-fahaman, bukan atas dasar kesengajaan, dengan catatan, mereka berjanji tidak akan pernah lagi kejadian serupa seperti ini terulang kembali. dan yang paling melegakan adalah bahwa aku sudah menyampaikan dengan sejujurnya bahwa yg mereka anggap itu sebuah pelanggaran yang kulakukan ternyata adalah juga sebuah kesalah-dugaan. Ah lega rasanya, dadaku terasa lapang, nafasku ringan tanpa beban. Karna yang penting adalah “jangan sampai mereka beranggapan bahwa aku adalah guru yang tidak konsekwen dan bertindak seenaknya, padahal selama ini mereka cukup tahu bahwa aku adalah sosok guru yang tidak pernah ingkar janji dan bermain sportif dengan peraturan” (karna jika tidak, maka itu akan jadi masalah, dan membuat mereka berpikir bahwa mereka telah didzolimi dan diperlakukan secara tidak adil). Do’aku semoga aku bisa terus berusaha menjadi teladan yang baik bagi mereka. Aamiiiiiin


Alhamdulillah, semoga ini keputusan terbaik yang ku ambil, demi lancarnya kegiatan dan proses belajar mengajar. Terimakasih untuk mau dan bisa memahami, semoga kita semua dapat memetik dengan anggun segala hikmah yang ada dibalik semua kejadian ini, dan berkali-kali akan selalu kuingatkan diriku pada kalimat ini: 

”DON'T BE A TEACHER UNLESS YOU HAVE LOVE TO SHARE"!! 

# and  I do love all of my students.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...